
Seputar Cirebon – Kasus ini melibatkan Taufik Eko Nugroho, Kaprodi Anestesiologi FK Undip, dan Sri Maryani, staf administrasi prodi yang didakwa melakukan pemerasan terhadap peserta PPDS Anestesiologi Undip dari tahun 2018 hingga 2023. Mereka mewajibkan mahasiswa membayar Rp 80 juta sebagai biaya operasional pendidikan (BOP), yang ternyata tidak diketahui oleh pihak kampus dan langsung ditransfer ke rekening pribadi.
Total dana yang terkumpul mencapai Rp 2,4 miliar, yang digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk konsumsi rapat, uang lembur sekretariat, serta keuntungan pribadi bagi kedua terdakwa. Para mahasiswa sebenarnya keberatan, tetapi takut dipersulit dalam pendidikan mereka. Rasa khawatir ini muncul karena posisi dr Taufik sebagai Ketua Program Studi (Kaprodi) memberikan kesan bahwa kelancaran pendidikan sangat ditentukan oleh pembayaran BOP yang mereka tetapkan.
Sidang perdana telah berlangsung di Pengadilan Negeri Semarang pada 26 Mei 2025, dan kedua terdakwa tidak mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut. Kasus ini juga berkaitan dengan kematian dr Aulia Risma, yang diduga mengalami tekanan akibat sistem pemerasan ini. Kepergian dr Aulia menyoroti betapa besar dampak psikologis yang bisa terjadi ketika sistem pendidikan tidak berjalan dengan transparan dan adil.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan akademisi, dengan banyak pihak yang menyerukan reformasi dalam sistem pendidikan kedokteran, terutama terkait transparansi keuangan dan perlindungan terhadap mahasiswa dari praktik pemerasan terselubung. Banyak yang berharap kasus ini dapat menjadi momentum untuk memperbaiki regulasi agar tidak ada lagi mahasiswa yang mengalami hal serupa di masa depan