
Foto Ilustrasi
Seputar Cirebon – Kasus penangkapan seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS oleh pihak kepolisian telah menarik perhatian luas dari berbagai kalangan. Kejadian ini bermula dari unggahan sebuah meme di media sosial yang menggambarkan Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo. Meme tersebut dengan cepat menjadi viral dan memicu perdebatan terkait batasan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa SSS telah ditangkap dan tengah menjalani proses penyidikan. Ia diduga melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang sering kali menjadi perdebatan karena dianggap memiliki interpretasi yang luas dan berpotensi digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat. Sementara itu, ITB sebagai institusi tempat SSS menuntut ilmu mengonfirmasi bahwa mereka telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan pendampingan hukum yang memadai bagi mahasiswinya.
Di tengah berkembangnya kasus ini, muncul berbagai reaksi dari masyarakat. Sejumlah organisasi yang bergerak dalam bidang kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia mengecam tindakan penangkapan tersebut sebagai bentuk kriminalisasi terhadap ekspresi publik. Mereka menilai bahwa tindakan ini bisa berdampak buruk bagi iklim demokrasi dan menghambat kebebasan individu dalam menyampaikan pendapatnya di ruang publik. Di sisi lain, ada pula pihak yang mendukung tindakan kepolisian, dengan alasan bahwa setiap unggahan di media sosial harus memiliki batasan dan tidak boleh menyinggung pihak tertentu secara berlebihan.
Pihak Istana, dalam tanggapannya, menyebut bahwa Presiden Prabowo tidak pernah secara langsung melaporkan kasus ini dan lebih memilih untuk menyerukan persatuan di tengah masyarakat. Pernyataan tersebut menjadi perbincangan di berbagai platform, dengan banyak pihak mempertanyakan apakah sikap pemerintah terhadap kebebasan berekspresi akan berubah atau tetap berada dalam posisi yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Di media sosial, tagar #BebaskanSSS mulai bermunculan sebagai bentuk solidaritas terhadap mahasiswi ITB tersebut. Banyak warganet menyuarakan dukungan mereka dengan berbagai opini dan kritik terhadap penerapan UU ITE yang dianggap perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap demokrasi. Beberapa akademisi dan tokoh publik turut memberikan pandangan mereka mengenai kasus ini, dengan harapan agar ada kebijakan yang lebih jelas dan tidak menimbulkan ketakutan bagi generasi muda yang aktif di dunia digital.
Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya, beberapa individu juga sempat mengalami hal serupa, di mana unggahan mereka di media sosial berujung pada proses hukum dengan tuduhan melanggar UU ITE. Hal ini semakin memperkuat desakan agar regulasi terkait kebebasan berekspresi di dunia digital dapat dikaji ulang, terutama dalam konteks perkembangan teknologi dan media sosial yang semakin pesat.
Bagaimana menurutmu, apakah kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat dalam menggunakan media sosial? Atau justru harus menjadi momentum untuk mendorong kebijakan yang lebih jelas dalam melindungi kebebasan berekspresi?