Seputarcirebon, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan pernyataan tegas yang mengguncang jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Dalam peringatan keras yang disampaikan baru-baru ini, Prabowo memberikan waktu satu tahun bagi lembaga kepabeanan tersebut untuk melakukan reformasi total. Bila gagal, pemerintah siap mengambil langkah drastis: membekukan Bea Cukai dan menghentikan operasional sekitar 16.000 pegawainya.
Ultimatum ini menunjukkan bahwa pemerintah tak lagi memberi ruang bagi lembaga yang dinilai kerap bermasalah, terutama menyangkut citra publik dan maraknya praktik penyimpangan di lapangan. Prabowo menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah oleh oknum, terlebih di sektor yang memegang peranan vital dalam arus perdagangan nasional.
Citra Terpuruk dan Evaluasi Berlapis
Peringatan keras Presiden bukan muncul tanpa dasar. Selama beberapa tahun terakhir, Bea Cukai menjadi salah satu institusi dengan tingkat kepercayaan publik terendah. Sejumlah kasus pungutan liar (pungli), praktik penyelundupan yang melibatkan oknum petugas, hingga ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan impor barang pribadi semakin memperburuk nama lembaga tersebut.
Serangkaian evaluasi internal yang dilakukan pemerintah sejak awal masa pemerintahan Prabowo menunjukkan bahwa penurunan citra Bea Cukai telah mencapai titik kritis. Data keluhan masyarakat meningkat tajam, terutama terkait rumitnya proses kepabeanan dan dugaan adanya permainan nilai barang impor. Presiden menilai kondisi tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
“Citra Bea Cukai sudah terlalu rendah. Kita tidak bisa menjalankan negara dengan lembaga yang tidak dipercaya rakyat,” ujar Prabowo dalam pernyataannya. Menurutnya, untuk mengembalikan integritas negara, langkah tegas menjadi satu-satunya pilihan.
Misi Bersih-Bersih: Reformasi Total dalam Satu Tahun
Sebagai bagian dari agenda reformasi, pemerintah telah menyiapkan serangkaian langkah pembenahan yang dirancang untuk menyentuh akar persoalan. Salah satu fokus utama adalah membangun sistem pengawasan yang lebih transparan dan minim interaksi fisik antara petugas dan pengguna layanan.
Pemerintah akan memperluas digitalisasi proses kepabeanan, mulai dari pemeriksaan dokumen, penilaian nilai barang, hingga pelacakan distribusi. Dengan sistem digital yang lebih mutakhir, potensi terjadinya negosiasi yang membuka peluang pungli diyakini dapat ditekan.
Selain itu, teknologi kecerdasan buatan (AI) mulai diintegrasikan dalam proses analisis risiko impor. AI akan digunakan untuk mendeteksi indikasi manipulasi invoice, perbedaan harga pasar, hingga pola transaksi mencurigakan yang selama ini sulit terpantau secara manual. Teknologi ini diharapkan mampu mengurangi celah bagi oknum yang memanfaatkan kelemahan sistem untuk keuntungan pribadi.
Reformasi juga menyentuh aspek sumber daya manusia. Presiden meminta agar disiplin, integritas, dan etika pegawai Bea Cukai menjadi perhatian utama. Penempatan pegawai akan diperketat, termasuk rotasi untuk mencegah pembentukan kelompok-kelompok yang berpotensi menjadi “lingkaran setan” pungli dan penyelundupan. Evaluasi kinerja setiap pegawai akan dilakukan secara berkala dengan standar yang lebih ketat.
Ancaman Pembekuan dan Nasib 16.000 Pegawai
Namun ultimatum satu tahun yang diberikan Presiden juga menimbulkan kekhawatiran besar di lingkungan Bea Cukai. Dengan jumlah pegawai sekitar 16.000 orang, ancaman pembekuan berarti risiko bagi ribuan keluarga yang menggantungkan hidup pada pekerjaan tersebut.
Banyak pegawai mengaku tertekan dengan kondisi ini. Di satu sisi, mereka dituntut bekerja ekstra keras untuk membuktikan kemampuan lembaga mempertahankan diri. Di sisi lain, stigma negatif publik masih membayangi, membuat mereka harus menghadapi kesulitan menjaga citra diri di masyarakat.
Meski demikian, para pejabat internal DJBC mulai merespons ultimatum Presiden dengan langkah-langkah cepat. Sejumlah pertemuan internal dilakukan untuk merumuskan strategi percepatan reformasi. Bea Cukai juga memperkuat koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan aparat penegak hukum dalam pencegahan penyelundupan.
Beberapa program pembinaan internal, peningkatan kualitas layanan, dan peluncuran kanal aduan masyarakat kini tengah dipersiapkan. Pihak DJBC menegaskan bahwa mereka siap mengikuti arahan Presiden dan optimis dapat menyelesaikan target perbaikan dalam batas waktu yang ditentukan.
Harapan Pemerintah: Kepabeanan Bersih dan Modern
Presiden Prabowo menekankan bahwa pemerintah tidak bermaksud melemahkan institusi, melainkan memastikan bahwa kepabeanan Indonesia dapat menjadi pilar utama dalam menjaga arus barang nasional. Ia ingin Bea Cukai menjadi lembaga yang benar-benar berfungsi sebagai penjaga perbatasan ekonomi, bukan sekadar pelengkap administrasi yang gampang disusupi kepentingan pribadi.
“Tugas negara adalah melindungi rakyat dari kebocoran. Bila ada institusi yang tidak mampu memperbaiki diri, kita harus siap mengambil langkah ekstrem,” tegas Prabowo.
Menurutnya, perubahan hanya dapat terjadi bila komitmen reformasi dijalankan secara menyeluruh, bukan hanya sekadar mengubah struktur atau mengganti sebagian pejabat. Ia ingin memastikan bahwa perubahan yang terjadi bersifat permanen dan berkelanjutan.
Respons Publik: Dari Optimisme hingga Kekhawatiran
Peringatan Presiden ini memicu beragam reaksi di masyarakat. Sebagian menilai langkah tegas ini sangat diperlukan mengingat banyaknya keluhan yang selama ini tidak terselesaikan. Pengamat ekonomi menyebut bahwa kepabeanan yang bersih dapat meningkatkan kepercayaan investor asing dan memperlancar aktivitas ekspor-impor.
Namun ada pula yang mengingatkan bahwa pembekuan total DJBC bisa memberi dampak signifikan terhadap kelancaran perdagangan nasional. Jika lembaga tersebut benar-benar dibekukan, pemerintah harus menyiapkan struktur alternatif yang mampu menggantikan fungsi vital kepabeanan dalam waktu singkat.
Beberapa pihak juga menekankan perlunya keadilan dalam evaluasi. Tidak semua pegawai Bea Cukai terlibat dalam praktik menyimpang, sehingga reformasi perlu diarahkan untuk mengikis oknum, bukan menghukum seluruh pegawai.
Menuju Keputusan Akhir
Pada akhirnya, masa depan Bea Cukai akan ditentukan dalam rentang satu tahun ke depan. Semua perubahan yang dilakukan, mulai dari digitalisasi, penggunaan AI, peningkatan etika, hingga pembenahan sistem pengawasan, akan menjadi bahan evaluasi utama.
Jika perubahan signifikan terlihat, Bea Cukai akan tetap menjalankan fungsinya sebagai garda depan kepabeanan nasional. Namun bila gagal, pemerintah siap mengeksekusi opsi berat: pembekuan lembaga dan restrukturisasi total sektor kepabeanan Indonesia.
Presiden menegaskan bahwa keputusan ini bukan ancaman kosong. Ia ingin memastikan bahwa setiap institusi negara bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu.
“Negara harus kuat, bersih, dan adil. Kita tidak boleh kompromi dengan penyimpangan. Satu tahun, kita lihat hasilnya,” ujarnya.
Keputusan ini menandai salah satu misi bersih-bersih terbesar dalam sejarah lembaga kepabeanan Indonesia. Semua mata kini tertuju pada Bea Cukai — apakah akan bangkit dan membuktikan diri, atau justru menjadi contoh kegagalan reformasi birokrasi nasional.