Seputarcirebon, Serangkaian bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera dalam beberapa hari terakhir memunculkan fenomena yang mengejutkan sekaligus mengkhawatirkan. Selain menghancurkan rumah warga, merusak jembatan, serta memutus akses antarwilayah, arus banjir juga menyeret tumpukan kayu gelondongan berukuran besar hingga ke pemukiman dan aliran sungai. Kayu-kayu ini ditemukan dalam jumlah yang tidak sedikit, bahkan beberapa di antaranya berdiameter besar, seolah baru ditebang dari kawasan hutan. Temuan inilah yang memicu kecurigaan kuat di kalangan masyarakat bahwa banjir kali ini bukan hanya bencana alam semata, tetapi turut memperlihatkan jejak aktivitas pembalakan liar.
Warga di sejumlah titik melaporkan bahwa kayu-kayu gelondongan tersebut datang dalam bentuk yang masih rapi, bersih, dan terpotong seperti hasil olahan industri—bukan kayu yang terbawa secara alami oleh pohon tumbang. Di beberapa daerah, warga bahkan menemukan sisa potongan chainsaw dan tanda bekas tebasan rapi di permukaan kayu. Hal ini membuat dugaan praktik illegal logging kembali mencuat ke permukaan.
“Ini bukan kayu tumbang biasa. Diameternya besar-besar dan potongannya halus. Kayak baru ditebang,” ujar seorang warga di kawasan Sumatera Barat yang rumahnya hampir roboh akibat dihantam kayu hanyut tersebut. Temuan serupa juga dilaporkan dari Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Utara.
Melihat fenomena yang semakin menguat, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni langsung memberikan tanggapan resmi. Ia mengakui bahwa pihaknya telah melakukan pemantauan awal dan telah mengantongi sejumlah data mengenai asal-usul kayu gelondongan yang hanyut bersama banjir. Menurutnya, pemerintah tidak tinggal diam dan langsung menurunkan tim investigasi untuk mengidentifikasi lebih jauh keberadaan kayu tersebut.
Investigasi Lapangan Dimulai: Sampel Kayu Diambil, Teknologi Pelacakan Digunakan
Dalam penjelasannya, Menteri Raja Juli Antoni menyebut bahwa tim investigasi dari Kementerian Kehutanan telah bergerak cepat begitu laporan mengenai temuan kayu gelondongan itu viral. Tim telah turun ke sejumlah lokasi terdampak, memeriksa bentuk kayu, mengambil sampel untuk analisis lebih rinci, dan mengidentifikasi titik kemungkinan asal kayu sebelum terbawa arus.
“Kami telah mengumpulkan sampel kayu dari beberapa lokasi dan memeriksanya menggunakan teknologi penelusuran yang kami miliki,” jelas sang Menteri.
Teknologi yang dimaksud mencakup sistem timber tracking berbasis satelit yang memungkinkan analisis pola penebangan dan pergerakan kayu di wilayah yang diduga menjadi sumber. Pemerintah juga menggunakan peta tutupan hutan, citra satelit, dan data perizinan lahan untuk mengaitkan keberadaan kayu gelondongan tersebut dengan aktivitas yang terjadi di kawasan hutan sekitar.
Menurut Kementerian, ada beberapa kemungkinan asal-usul kayu yang hanyut:
- Pohon tumbang alami karena tingginya curah hujan dan erosi.
- Kayu sisa pembalakan legal, misalnya dari area konsesi perusahaan yang memiliki izin.
- Kayu hasil pembalakan liar, atau kegiatan penebangan tanpa izin.
- Tumpukan kayu dari pembukaan lahan oleh pemilik hak atas tanah.
Kayu dari Areal Penggunaan Lain (APL), yang secara hukum bukan kawasan hutan negara.
Meskipun demikian, banyak pihak menilai bahwa jumlah kayu yang ditemukan amat tidak wajar jika hanya berasal dari pohon tumbang atau sisa pembukaan lahan biasa. Apalagi beberapa kayu terlihat masih dalam kondisi baik tanpa tanda pembusukan, seakan baru saja ditebang sebelum terbawa banjir.
Pemeriksaan Terhadap Pihak Terkait Sudah Dimulai, Namun Belum Formal
Kementerian Kehutanan menyatakan bahwa proses investigasi kini sudah memasuki tahap identifikasi pihak-pihak yang diduga terlibat. Sejumlah perusahaan perkebunan, pemegang konsesi hutan, dan individu pemilik lahan telah dimintai klarifikasi awal. Namun, pihak kementerian menegaskan bahwa pemeriksaan formal belum dimulai.
“Kami sedang mengumpulkan data dan mencocokkannya. Ketika semuanya sudah lengkap, barulah kami masuk ke tahap pemeriksaan resmi,” ujar perwakilan Kemenhut.
Langkah ini menjadi sorotan karena publik menilai bahwa proses penegakan hukum terhadap pelaku pembalakan liar selama ini berjalan lambat. Mereka berharap bahwa temuan kayu gelondongan yang tersebar luas di media sosial dapat menjadi momentum untuk mengambil tindakan lebih tegas.
Kayu Gelondongan Memperparah Dampak Banjir
Fenomena kayu hanyut ini ternyata memiliki dampak serius terhadap kerusakan yang terjadi. Dalam sejumlah video amatir warga, terlihat kayu-kayu gelondongan menghantam jembatan hingga membuat struktur bangunan penyangga roboh. Di tempat lain, kayu berukuran besar memasuki pekarangan rumah, menghancurkan pagar, bahkan memecahkan dinding rumah warga.
Menurut para ahli lingkungan, keberadaan kayu dalam jumlah besar dapat memperburuk aliran banjir karena menambah tekanan pada arus dan mengakibatkan penyumbatan aliran sungai. Kayu gelondongan yang menumpuk juga bisa menciptakan bendungan sementara yang kemudian jebol dan menghasilkan gelombang banjir tiba-tiba, memperparah kerusakan di wilayah hilir.
“Kayu hanyut ini semacam bom waktu dalam bencana banjir. Pada saat arus tinggi, mereka menjadi benda berbahaya yang bisa meluncur seperti peluru,” jelas seorang pakar hidrologi dari Universitas Andalas.
Dugaan Illegal Logging Menguat di Tengah Kerusakan Ekologis
Beberapa organisasi lingkungan menilai bahwa fenomena ini merupakan sinyal kuat bahwa ekosistem hutan di wilayah Sumatera berada dalam kondisi kritis. Pembalakan liar dan degradasi hutan dianggap berkontribusi langsung terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor.
Menurut data dari lembaga swadaya lingkungan hidup, tingkat deforestasi di beberapa kabupaten di Sumatera masih tinggi, khususnya di kawasan yang memiliki nilai ekonomi kayu yang besar. Mereka mendesak pemerintah untuk tidak hanya berhenti pada investigasi permukaan, tetapi menindak tegas perusahaan atau kelompok yang kedapatan melakukan penebangan ilegal.
“Kayu gelondongan yang hanyut itu seperti bukti yang dikirimkan alam kepada kita. Kita tidak boleh mengabaikannya,” ujar salah satu aktivis lingkungan.
Masyarakat Menunggu: Data Saja atau Penindakan Nyata?
Kini perhatian masyarakat tertuju pada langkah pemerintah selanjutnya. Banyak yang khawatir bahwa penanganan kasus ini akan berhenti di tahap pengumpulan data tanpa diikuti tindakan nyata terhadap pihak yang terbukti bersalah. Riwayat penanganan pembalakan liar di Indonesia memang kerap menyerempet wilayah “abu-abu”, terutama ketika melibatkan perusahaan besar atau tokoh berpengaruh.
Masyarakat berharap agar kasus kali ini dapat menjadi titik balik. Bukan hanya karena besarnya kerusakan yang terjadi, tetapi juga karena bukti fisik—berupa kayu gelondongan yang berserakan di pemukiman—telah dilihat dan difoto oleh ratusan warga. Jejak digital ini membuat publik semakin vokal dalam menuntut penuntasan kasus.
“Jangan lagi ada alasan ‘masih ditelusuri’. Banjir sudah merusak rumah kami, dan kayu-kayu itu bukan datang dari langit,” keluh seorang warga Jambi yang rumahnya turut terdampak.
Menanti Ketegasan Pemerintah
Fenomena kayu gelondongan yang hanyut bersama banjir ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia. Bencana yang terjadi bukan hanya akibat cuaca ekstrem, tetapi juga cermin dari pengelolaan hutan yang masih jauh dari kata ideal. Pemerintah kini berada di bawah tekanan untuk membuktikan bahwa mereka mampu menindak tegas siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran.
Apakah investigasi ini akan benar-benar membuka tabir praktik pembalakan liar di Sumatera? Ataukah akan berakhir sebagai laporan investigasi tanpa tindak lanjut?
Publik menunggu jawabannya dengan penuh harap. Karena bagi warga di wilayah terdampak, ini bukan hanya persoalan kayu dan hutan—tetapi soal masa depan lingkungan dan keselamatan mereka.