
Syekh Ibnu Atha’illah al-Iskandari dalam kitab Al-Hikam menegaskan sebuah hikmah yang dalam:
تَنَوَّعَتْ أَجْناسُ الأَعْمالِ لَتَنَوُّعِ وارِداتِ الأَحْوالِ
“Amal itu beragam, lantaran beragamnya keadaan yang menyelinap ke dalam hati (jiwa).”
Ungkapan singkat ini membuka mata kita bahwa amal perbuatan manusia tidak pernah seragam. Ada saat hati diliputi rasa syukur, sehingga seseorang terdorong untuk bersedekah. Di waktu lain, hati dirundung rasa takut, maka lidahnya sibuk beristighfar. Dan ketika hati dipenuhi rindu kepada Allah, ia akan lebih tekun membaca Al-Qur’an, berdoa, dan menengadahkan tangan penuh harap.
Hati, dalam hal ini, adalah pemimpin. Sedangkan amal hanyalah pasukan yang tunduk pada perintah hati. Apa yang masuk ke dalam hati akan menentukan amal yang lahir dari seorang hamba.
Sejarah para salafus shalih juga memberikan teladan. Dikisahkan, seorang tabi’in bernama Abu Hazim pernah ditanya, “Mengapa engkau hari ini lebih banyak berzikir daripada biasanya?” Ia menjawab, “Karena hatiku hari ini diliputi rasa takut kepada Allah. Maka aku memilih berzikir agar hatiku tenang. Jika esok hatiku dipenuhi rasa syukur, mungkin aku akan lebih banyak bersedekah. Dan jika rasa rindu yang datang, aku akan lebih lama menengadahkan tangan dalam doa.”
Kisah Abu Hazim ini selaras dengan hikmah Ibnu Atha’illah: keadaan hati yang berubah-ubah akan melahirkan amal yang berbeda-beda. Namun pada akhirnya, semua amal itu bermuara pada tujuan yang sama, yakni mencari ridha Allah.
Karena itu, tidak perlu heran jika amal ibadah kita terkadang berbeda dari hari ke hari. Yang terpenting adalah memastikan bahwa setiap amal lahir dari hati yang ikhlas. Sebab Allah menilai bukan hanya dari bentuk amal yang kita lakukan, tetapi dari sumbernya: apakah ia lahir dari hati yang jujur, atau sekadar rutinitas tanpa makna.
Referensi
-
Ibnu Atha’illah al-Iskandari. Al-Hikam. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2004.
-
Abu Nu’aim al-Ashfahani. Hilyatul Auliya’ wa Thabaqatul Ashfiya’. Kairo: Dar al-Sa’adah, 1996.
-
Al-Ghazali. Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997.
-
Ibn Qayyim al-Jauziyyah. Madarij al-Salikin. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1996.