Seputarcirebon, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akhirnya memberikan klarifikasi resmi terkait polemik yang belakangan menyeret nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, dalam kontroversi bandara di Morowali, Sulawesi Tengah. PSI menegaskan bahwa terdapat dua bandara berbeda di daerah tersebut, dan menyebut bahwa sejumlah pihak sengaja mencampuradukkan informasi untuk menimbulkan kesalahpahaman publik. Tuduhan bahwa Jokowi pernah meresmikan bandara ilegal dinilai sebagai upaya memutarbalikkan fakta demi menyerang figur mantan presiden itu.
Isu ini mencuat setelah unggahan di media sosial menuduh bahwa bandara yang diresmikan Jokowi pada tahun-tahun awal pemerintahannya ternyata tidak memiliki legalitas. Di saat yang hampir bersamaan, sorotan publik juga tertuju pada bandara milik PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang disebutkan tidak memiliki pengawasan Bea Cukai dan Imigrasi. Perpaduan dua informasi inilah yang dianggap PSI sebagai sumber kekacauan informasi di tengah masyarakat.
Jokowi Resmikan Bandara Milik Negara, Bukan Bandara IMIP
Wakil Ketua Umum DPP PSI, Andy Budiman, meluruskan bahwa Jokowi tidak pernah meresmikan bandara milik perusahaan swasta manapun di Morowali. Menurutnya, bandara yang diresmikan Presiden pada 23 Desember 2018 adalah Bandara Morowali (Bandara Bungku), sebuah fasilitas negara yang berada di bawah Kementerian Perhubungan.
“Pak Jokowi tidak pernah meresmikan Bandara PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Bandara yang diresmikan Pak Jokowi adalah Bandara Morowali, bandara negara,” tegas Andy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/11/2025).
Pernyataan Andy ini memperkuat data resmi Sekretariat Kabinet yang mencatat bahwa peresmian Bandara Morowali dilakukan bersamaan dengan empat terminal bandara lainnya di wilayah Sulawesi. Bandara tersebut memang dibangun dan dioperasikan sebagai bagian dari upaya pemerintah meningkatkan konektivitas kawasan timur Indonesia.
PSI menilai, isu yang berkembang saat ini terjadi karena sebagian pihak mencampuradukkan antara Bandara Morowali dan Bandara IMIP, padahal keduanya memiliki status, fungsi, serta pengelolaan yang sangat berbeda.
Polemik yang Terseret Dampak Informasi Bercampur
Di tengah derasnya arus informasi digital, dua isu berbeda mengenai bandara di Morowali kemudian melebur dan tampak seolah memiliki kaitan langsung. Pertama adalah tuduhan bahwa bandara yang diresmikan Jokowi tidak memiliki izin. Kedua adalah kritik yang muncul terkait bandara milik PT IMIP yang disebut tidak diawasi penuh oleh Bea Cukai dan Imigrasi. Akibat pencampuran dua isu itu, narasi keliru pun berkembang liar.
Menurut Andy Budiman, polemik ini turut menyangkut komentar Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, yang diketahui sempat menyinggung operasional bandara swasta tersebut. Namun, Andy menegaskan bahwa kritik tersebut tidak berkaitan dengan bandara yang pernah diresmikan oleh Presiden Jokowi.
“Polemik yang dibicarakan akhir-akhir ini, termasuk yang disinggung Pak Menhan, merujuk pada fasilitas milik swasta itu. Bandara milik IMIP tidak ada kaitannya dengan Pak Jokowi,” ujarnya.
PSI: Ada Upaya Memanipulasi Fakta
PSI menuding bahwa ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja memanfaatkan kondisi ini untuk menyebarkan disinformasi. Andy menyebut situasi itu sebagai bentuk manipulasi fakta yang sengaja diarahkan untuk menimbulkan persepsi negatif terhadap Jokowi.
“Pihak-pihak tertentu sengaja memanipulasi fakta. Dari banjir informasi yang kita terima setiap hari, ada saja terselip hoaks atau fitnah. Jangan mudah termakan, mengecek ulang selalu perlu dilakukan,” ucap Andy.
PSI mengingatkan bahwa ekosistem digital saat ini sering kali dijadikan ladang oleh pihak-pihak tertentu untuk membentuk opini publik melalui narasi yang tidak akurat. Isu bandara Morowali, menurut Andy, adalah contoh bagaimana hoaks dapat disebarkan dengan memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat tentang perbedaan dua fasilitas berbeda.
Dampak Sosial dan Politik dari Informasi Keliru
Berlarutnya isu ini menimbulkan kekhawatiran bahwa publik semakin rentan terpengaruh oleh narasi yang tidak akurat. Sebagian masyarakat yang tidak mengetahui fakta detail mengenai bandara di Morowali kemudian dengan cepat menyimpulkan bahwa Jokowi memiliki keterlibatan dalam operasional bandara swasta tersebut.
Narasi ini diperparah oleh framing di media sosial yang sering kali bersifat emosional, bukan faktual. Akibatnya, perdebatan publik semakin panas, padahal akar persoalannya sederhana: ketidaktepatan informasi.
Pengamat komunikasi politik melihat masalah ini sebagai refleksi lemahnya literasi informasi digital. Tanpa upaya kritis untuk memverifikasi informasi, publik mudah diarahkan oleh pihak tertentu untuk membentuk persepsi tertentu—baik untuk menyerang atau membela tokoh tertentu.
Membedah Perbedaan Dua Bandara di Morowali
Untuk memahami persoalan ini secara utuh, PSI memberikan penjelasan mendetail mengenai status dua bandara tersebut:
1. Bandara Morowali (Bandara Bungku) – Bandara Milik Negara
-
Dioperasikan oleh Kementerian Perhubungan.
-
Memiliki izin lengkap sebagai bandara publik.
-
Dibangun sebagai bagian dari proyek infrastruktur nasional.
-
Diresmikan Jokowi pada 23 Desember 2018.
2. Bandara PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) – Bandara Privat
-
Dibangun dan dioperasikan oleh perusahaan.
-
Digunakan untuk mendukung kegiatan industri smelter di kawasan Morowali.
-
Aksesnya terbatas, tidak untuk pelayanan umum.
-
Belakangan menjadi sorotan karena dugaan keterbatasan pengawasan kedaulatan negara.
Dengan perbedaan ini, PSI menegaskan bahwa narasi yang menyebut Jokowi meresmikan bandara privat merupakan disinformasi.
PSI Ajak Publik Tidak Terjebak Hoaks
Di tengah situasi yang rentan terhadap provokasi, PSI mengajak masyarakat untuk berhati-hati dalam menerima informasi terutama dari media sosial. Andy menekankan bahwa publik semestinya mengecek ulang sumber berita sebelum ikut menyebarkannya.
“Banjir informasi bukan berarti semuanya benar. Kita harus bisa memilah mana fakta, mana manipulasi,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa penyebaran hoaks dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik, terutama jika menyangkut nama tokoh besar seperti Jokowi yang masih memiliki pengaruh luas di masyarakat.
Upaya Meredam Polemik dan Klarifikasi Berkelanjutan
PSI memastikan bahwa mereka akan terus memberikan penjelasan ke publik guna mencegah disinformasi semakin meluas. Menurut Andy, kebenaran harus disampaikan untuk menghindari salah paham yang bisa berdampak buruk.
Sikap PSI ini juga dinilai sebagai upaya menjaga stabilitas informasi menjelang berbagai dinamika politik ke depan. Sebagai partai yang dikenal vokal mengenai isu-isu literasi digital dan pemberantasan hoaks, PSI merasa perlu meluruskan narasi secara langsung.
Kesimpulan: Fakta Harus Dipisahkan dari Manipulasi
Kasus polemik bandara di Morowali menjadi pengingat bahwa publik harus lebih waspada terhadap informasi yang mencampurkan fakta dan opini tanpa dasar kuat. PSI menutup pernyataannya dengan kembali menegaskan bahwa Jokowi tidak pernah terlibat dalam peresmian bandara swasta milik IMIP.
Dengan klarifikasi yang disampaikan, PSI berharap masyarakat tidak lagi terjebak dalam narasi keliru yang sengaja diciptakan untuk menyerang figur tertentu. Ketelitian dalam menyaring informasi diyakini menjadi kunci untuk mencegah polemik serupa terulang di masa mendatang.