
Seputar Cirebon, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menarik perhatian publik setelah menyampaikan pandangan tajam soal perbandingan dua dekade kepemimpinan ekonomi Indonesia — era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Joko Widodo (Jokowi). Pernyataan itu ia lontarkan dalam forum Investor Daily Summit 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (9/10/2025).
Menurut Purbaya, kondisi ekonomi pada masa pemerintahan SBY (2004–2014) bisa dikatakan lebih sehat dan alami, karena pertumbuhan digerakkan oleh sektor swasta dan bukan semata oleh belanja pemerintah.
“Zaman SBY meski tak banyak bangun infrastruktur, rakyat makmur,” ujar Purbaya dalam forum tersebut, yang langsung disambut riuh tepuk tangan audiens.
Ia kemudian memaparkan data pembanding: pada masa SBY, pertumbuhan ekonomi mencapai hampir 6%, uang beredar tumbuh 17%, dan penyaluran kredit perbankan mencapai 22%. Angka-angka tersebut, kata Purbaya, menunjukkan adanya aktivitas ekonomi yang hidup dan didorong oleh kepercayaan swasta.
Sementara di era Jokowi (2014–2024), meski pembangunan infrastruktur masif dilakukan, pertumbuhan ekonomi hanya berkisar di angka 5%, uang beredar sekitar 7%, dan pertumbuhan kredit bahkan di bawah 10%. Menurutnya, situasi ini mencerminkan pergeseran orientasi ekonomi yang terlalu berat di sisi pemerintah.
“Zaman Jokowi, mesinnya agak pincang. Swasta lamban bergerak, uang beredar juga terlalu rendah. Padahal, kalau uang tidak berputar, ekonomi akan stagnan,” tegasnya.
Purbaya menilai bahwa kebijakan fiskal dan moneter di era Jokowi terlalu menekan sektor swasta, sehingga ruang gerak ekonomi masyarakat menjadi terbatas. Ia menyebut, pembangunan infrastruktur memang penting, tetapi tanpa diimbangi dengan penguatan daya beli rakyat dan produktivitas sektor usaha, dampaknya akan terbatas terhadap kesejahteraan.
“Pemerintah membangun banyak, tapi rakyat belum tentu makmur kalau sirkulasi uang dan kredit ke masyarakat tidak lancar,” tambahnya.
Pernyataan Menkeu Purbaya ini sontak menjadi topik panas di media sosial dan ruang diskusi ekonomi nasional. Sejumlah pengamat menilai pandangan tersebut cukup berani, mengingat ia kini menjabat dalam kabinet yang merupakan kelanjutan dari pemerintahan Jokowi.
Beberapa ekonom sepakat dengan analisis Purbaya, menyebut bahwa dominasi belanja pemerintah memang berisiko menekan peran swasta, terutama ketika kebijakan fiskal dan suku bunga tidak sinkron. Namun ada pula yang berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur besar-besaran era Jokowi justru menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan jangka panjang.
Terlepas dari perdebatan tersebut, pernyataan Purbaya menandai kembalinya diskursus kritis dalam kebijakan ekonomi nasional, khususnya mengenai keseimbangan antara peran pemerintah dan swasta dalam memacu pertumbuhan.
Kini, publik menanti bagaimana Menkeu baru ini akan mengimplementasikan pandangannya: apakah akan mengembalikan orientasi ekonomi ke sektor swasta seperti era SBY, atau menemukan formula baru yang mampu memadukan efisiensi fiskal dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan.