Seputar Cirebon, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa polemik mengenai utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau yang dikenal dengan nama Whoosh, seharusnya tidak dilihat dari sisi untung dan rugi semata. Menurutnya, proyek ini adalah wujud nyata tanggung jawab negara dalam menyediakan sarana transportasi publik yang modern, cepat, dan layak bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam sambutannya saat meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru di Cideng, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (4/11/2025), Presiden Prabowo menegaskan bahwa dirinya akan mengambil alih tanggung jawab penuh terhadap keberlangsungan proyek tersebut. Ia meminta masyarakat tidak memperpanjang perdebatan soal utang KCJB dan mempercayakan sepenuhnya pada pemerintah yang kini berada di bawah kepemimpinannya.
“Jadi saya sekarang tanggung jawab Whoosh. Semua pabrik transportasi di seluruh dunia jangan dihitung untung rugi, tapi manfaatnya untuk rakyat. Di seluruh dunia begitu, ini namanya public service obligation,” ujar Prabowo di hadapan sejumlah pejabat dan masyarakat yang hadir dalam peresmian itu.
Fokus pada Manfaat, Bukan Sekadar Angka
Prabowo menekankan bahwa proyek Whoosh tidak semestinya diukur dengan parameter bisnis seperti laba dan rugi, melainkan dari sejauh mana proyek ini membawa manfaat langsung bagi masyarakat dan perekonomian nasional. Ia mencontohkan, hampir semua negara maju menjalankan proyek transportasi publik dengan konsep Public Service Obligation (PSO) — kewajiban negara dalam menyediakan pelayanan publik yang dapat dinikmati masyarakat luas, meski secara finansial tidak selalu menguntungkan.
“Enggak usah khawatir ribut-ribut Whoosh. Saya sudah pelajari masalahnya, tidak ada masalah. Saya akan tanggung jawab nanti Whoosh semuanya,” tegasnya.
Presiden menambahkan bahwa pemerintah telah melakukan perhitungan matang terhadap seluruh aspek ekonomi dan operasional dari proyek tersebut. Karena itu, ia meminta agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan pihak-pihak terkait tidak merasa terbebani oleh isu kerugian atau utang yang menimpa proyek KCJB.
“Indonesia bukan negara sembarangan. Saya hitung, enggak masalah. PT KAI enggak usah khawatir, semuanya enggak usah khawatir. Kita layani rakyat kita, kita berjuang untuk rakyat kita,” ucap Prabowo penuh keyakinan.
Negara Hadir Lewat Subsidi dan Tanggung Jawab Fiskal
Dalam kesempatan yang sama, Prabowo mengungkapkan bahwa pemerintah turut menanggung sebagian besar biaya operasional berbagai moda transportasi publik, termasuk kereta cepat, melalui skema subsidi. Menurut laporan Menteri Perhubungan, sekitar 60 persen biaya tiket kereta disubsidi oleh pemerintah, sementara masyarakat hanya membayar sekitar 20 persen dari harga sebenarnya.
“Tadi disampaikan Menhub, semua kereta api kita disubsidi 60 persen oleh pemerintah, rakyat bayar 20 persen. Ini kehadiran negara. Uangnya dari rakyat, dari pajak, dari kekayaan negara. Karena itu kita harus mencegah semua kebocoran,” tegas Prabowo.
Ia menilai, kebijakan subsidi tersebut adalah bentuk konkret dari kehadiran negara di tengah rakyat. Namun demikian, Prabowo juga menekankan pentingnya tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel agar tidak terjadi penyimpangan atau kebocoran dana publik.
Beban Utang Masih Membayangi
Meski pemerintah berupaya menenangkan publik, kenyataannya proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung masih dibayangi oleh beban utang yang cukup besar. Berdasarkan laporan keuangan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) per 30 Juni 2025 (unaudited), tercatat kerugian sebesar Rp4,195 triliun sepanjang 2024, atau setara Rp11,493 miliar per hari.
Kerugian tersebut bahkan berlanjut hingga semester pertama 2025 dengan total mencapai Rp1,625 triliun. PSBI sendiri merupakan konsorsium empat BUMN yang menjadi pemilik saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
KAI menanggung porsi saham terbesar di PSBI, yakni sebesar 58,53 persen, sesuai penugasan yang diberikan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sementara itu, tiga BUMN lain yang turut terlibat adalah PT Wijaya Karya (Wika) dengan porsi 33,36 persen, PT Jasa Marga sebesar 7,08 persen, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII sebesar 1,03 persen.
Dengan struktur kepemilikan tersebut, KAI menjadi pihak yang paling terdampak dari fluktuasi keuangan PSBI, termasuk beban utang yang timbul dari proyek kerja sama dengan Tiongkok tersebut.
Optimisme dan Arah Baru Pemerintahan Prabowo
Meski menghadapi tantangan besar, sikap Prabowo yang tegas dan optimistis dianggap membawa arah baru dalam kebijakan transportasi nasional. Analis kebijakan publik menilai, langkah Prabowo untuk menegaskan tanggung jawab negara terhadap Whoosh merupakan sinyal kuat bahwa pemerintahannya berorientasi pada kepentingan jangka panjang, bukan sekadar keuntungan jangka pendek.
Proyek KCJB sendiri telah menjadi simbol transformasi transportasi Indonesia menuju era baru konektivitas cepat dan efisien. Sejak diresmikan pada 2023, Whoosh memang menuai berbagai pro dan kontra. Di satu sisi, proyek ini diakui berhasil mempercepat waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung menjadi sekitar 36 menit. Namun di sisi lain, tingginya biaya investasi dan beban utang membuatnya kerap menjadi sorotan publik dan politisi.
Kini, dengan pernyataan resmi Presiden Prabowo, arah kebijakan proyek tersebut tampak semakin jelas: negara akan tetap hadir dan bertanggung jawab penuh dalam memastikan proyek ini beroperasi secara berkelanjutan dan memberi manfaat nyata bagi rakyat Indonesia.
“Yang penting rakyat bisa menikmati hasilnya. Kalau rakyat senang, kalau rakyat terbantu, itu berarti negara sudah menjalankan tugasnya,” tutup Prabowo.
Langkah Prabowo ini bukan hanya meredam kekhawatiran publik, tetapi juga menandai komitmen pemerintahannya untuk menjadikan sektor transportasi sebagai tulang punggung pembangunan nasional — cepat, modern, dan berpihak pada kepentingan rakyat.