
Seputar Cirebon – Seorang siswa SMP berusia 13 tahun di Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, menjadi korban dugaan perundungan yang memilukan. Semua bermula dari sikap tegas korban yang menolak ajakan untuk meminum minuman keras jenis tuak. Sayangnya, keberanian moral ini malah berujung pada perlakuan kejam yang sangat tidak manusiawi. Korban dipaksa menenggak satu setengah gelas tuak dan merokok. Ketika tetap menolak, ia mengalami tindak kekerasan fisik yang serius.
Menurut informasi yang beredar, korban mengalami luka di bagian kening akibat pemukulan, dan bahkan diceburkan ke dalam sumur oleh para pelaku. Tak sampai di sana, pelaku menyiram luka korban dengan alkohol—tindakan yang sangat menyakitkan baik secara fisik maupun emosional. Kejadian ini terekam dalam sebuah video yang kemudian menjadi viral di media sosial, hingga akhirnya menarik perhatian publik dan aparat penegak hukum.
Tiga pelaku telah berhasil diamankan polisi. Salah satunya berusia 20 tahun dan dua lainnya masih di bawah umur. Fakta bahwa sebagian pelaku adalah remaja seumuran menambah kesedihan, karena ini mencerminkan bagaimana kekerasan dapat tumbuh di kalangan muda. Ironisnya, keluarga korban sempat enggan melapor ke pihak berwajib, dan kasus ini hanya mencuat karena tekanan dari publik setelah video penyiksaan tersebar luas.
Kasus ini bukan hanya tragedi personal bagi korban dan keluarganya, tetapi juga menjadi cermin buram atas kondisi sosial kita. Ketika anak-anak usia sekolah terlibat dalam tindakan brutal seperti ini, pertanyaannya bukan hanya “mengapa bisa terjadi?”, tapi juga “apa yang bisa kita lakukan agar tidak terulang?”
- Peran pendidikan karakter sangat penting. Sekolah dan keluarga harus menanamkan nilai empati dan keberanian untuk menolak hal-hal negatif.
- Media sosial bisa menjadi alat pengungkapan, tetapi juga bisa menimbulkan trauma baru jika tidak ditangani dengan bijak.
- Korban membutuhkan dukungan penuh, bukan hanya dari keluarga, tetapi juga dari lingkungan sekolah, konselor, dan masyarakat sekitar.