Seputar Cirebon – Menjinakkan Kata di Era Mesin. Di sebuah sudut kota Cirebon yang mulai memantulkan gema revolusi digital, saya berdiri di hadapan barisan mahasiswa yang matanya menyala bukan oleh layar, tetapi oleh rasa ingin tahu. Hari ini, di ruang interaktif Digital Cyber School TJI, kami tidak sekadar bicara teknologi. Kami sedang membedah ulang anatomi kebenaran dalam lanskap baru bernama Deepseek.
Sesi keempat ini kami dedikasikan untuk jurnalisme. Tapi bukan jurnalisme yang biasa. Kami menyelam ke dalam dunia prompt engineering, merancang pertanyaan-pertanyaan sakral yang mampu menggali lebih dari sekadar data—yakni nurani.
Saya membuka sesi dengan satu pertanyaan: “Bagaimana jika wartawan masa depan bukan lagi pencari berita, tapi pemeta empati?” Sejenak sunyi, lalu satu demi satu mulai membuka laptop, tablet, bahkan lembar catatan. Mereka tahu, hari ini bukan tentang menghafal tools, tapi tentang merancang kompas moral baru dalam dunia yang semakin cepat dan samar.
Kami menelusuri contoh-contoh prompt investigatif:
-
“Tanyakan pada AI, tapi bayangkan Anda sedang mewawancarai seorang saksi mata.”
-
“Buat narasi dari sudut pandang korban, bukan hanya angka.”
-
“Bangun headline yang adil, bukan yang viral.”
Saya menekankan bahwa di balik teknologi canggih, jurnalisme tetap membutuhkan keberanian: keberanian untuk bertanya yang tak biasa, untuk mendengarkan yang tak terdengar, dan untuk meragukan yang tampak meyakinkan. Di sinilah prompt bukan sekadar perintah teks, melainkan sebuah seni menyusun cahaya ke dalam lensa berita.
Kami pun mencoba simulasi langsung. Mahasiswa diminta membuat prompt untuk menelisik isu lingkungan di pesisir Indramayu—dari perspektif nelayan lokal, pemerintah daerah, dan makhluk hidup yang kehilangan habitatnya. Hasilnya mencengangkan. Sebuah generasi baru jurnalis digital sedang lahir: mereka yang tidak hanya lihai mengatur mesin, tapi juga memahami jiwa dari narasi.
Sebagai penutup, saya ajak mereka merenung:
“Di masa depan, ketika banjir informasi datang seperti ombak tak bertepi, jurnalis bukan hanya perahu—tapi mercusuar.”
Dan pagi itu, di sebuah ruangan kecil di Cirebon, saya merasa kita baru saja menyalakan cahaya kecil. Mungkin belum cukup terang untuk seluruh dunia. Tapi cukup untuk mengarahkan langkah pertama.
Edy Susanto.SKom.MM.MBA.MSc.Dci – Instruktur Qineos Academy